Selasa, 06 Oktober 2015

Pertama

Pertama bukan berarti utama.
Pertama bukan berarti prioritas.
Pertama bukan berarti berharga.
Pertama bukan berarti yang terbaik.

Itulah gagasan yang dia pikirkan saat ini. Gagasan? Mungkin lebih tepat di bilang kenyataan. Ya, itulah yang dia hadapi.

Pertama sangat dekat dengan angka satu. Bahkan serupa. Namun baginya, menjadi pertama tidak akan selalu dinomer satu-kan dan tidak akan menjadi satu-satunya.

Pertama, itulah alasan kenapa terakhir tercipta. Apakah pertama merupakan sesuatu yang tak akan terlupakan?
Lalu, Mengapa pertama dapat hilang karena adanya terakhir? -Mungkin bukan hilang. Ya, pertama bisa meninggalkan sesuatu yang bernama kenangan saat terakhir itu datang.-

Dia tertawa sejenak,
Siapa yang akan berpikir bodoh tentang pertama? bahkan hingga memikirkan terakhir. Tawanya hambar. Tawa yang terlihat tidak bahagia. Tidak bersedih dan tidak mengejek. Matanya menatap lurus dan tertuju pada satu objek di depannya. Dimana posisinya sekarang? Dalam hati dia terus bertanya berharap akan ada jawaban dari dalam dirinya sendiri, padahal wajahnya tidak nampak seperti sedang berpikir.
Bagaimana dia bisa sangat bodoh seperti ini? Berperang argumen, pertanyaan dan pernyataan saling bersahutan dalam dirinya sendiri. Dan nyatanya itu tidak berarti sama sekali.
Dia melenguh pelan dan bergegas bangkit dari tempat yang sudah dia duduki sejak satu jam lalu.
Sampai kapan harus seperti ini?

Tidak akan ada yang mengerti, bahkan dirinya sendiri.

Cukup ini yang menjadi pertama baginya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar